Banyak yang
menganggap peranti elektronik yang dipakai tubuh (wearable device) tak
akan sukses, namun sedikit yang mempredisi bahwa kegagalan terbesar akan
menimpa Nike Inc. dengan produk gelang elektronika bernama Fuelband. Eksperimen
Nike pada alat pemantau kondisi tubuh saat berolahraga yang bisa dikoneksikan
ke ponsel cerdas itu memang belum benar-benar gagal total, namun sudah di ujung
tanduk.
Pada
Jumat 18 April lalu Nike diketahui telah melepas sebagian besar staf rekayasa
teknologi yang bekerja pada proyek itu dan akan menghentikan produksinya.
Namun, sehari kemudian Nike menegaskan bahwa Fuelband masih merupakan produk
yang penting dalam portofolio bisnisnya dan akan terus mendukung model
terbarunya, Fuelband SE. Namun, mereka mengaku memang telah melakukan pemutusan
hubungan kerja "sejumlah kecil karyawan" serta tak lagi mengungkapkan
rencana pembuatan model lanjutan gelang canggih itu.
"Nike
berkomitmen kepada Nike+, kepada NikeFuel, dan mendorong inovasi untuk
memberikan pengalaman yang lebih kaya bagi semua atlet," kata KeJuan
Williams, juru bicara perusahaan melalui surat elektronik. "Kami akan
terus meningkatkan kemitraan untuk mengembangkan ekosistem produk digital dan
layanan kami, menggunakan NikeFuel sebagai alat pengukur, pemotivasi, dan
peningkatan prestasi olahraga."
NikeFuel
adalah sebuah sistem misterius yang dikembangkan Nike untuk mengonversi
pergerakan lengan menjadi alat ukur kinerja keseluruhan aktivitas fisik pemakai
Fuelband, sebuah cara pintar untuk tetap menjaga orang menggunakan gadget
buatan perusahaan asal Washington County, Oregon, itu. Yang jelas, jika Nike
melepas bisnis perangkat keras pintar wearable itu, maka mereka melewatkan
potensi sesungguhnya dari diri mereka sendiri sebagai perusahaan yang memahami
apa yang ingin dipakai oleh orang-orang.
Namun,
sulit membayangkan masa depan cerah dari sebuah perangkat keren yang tidak
dikoneksikan ke peranti lain yang sudah lebih dulu populer. Fuelband hanya
terhubung dengan internet ke situs komunitas Nike+ atau iOS 5.0, sistem operasi
yang berjalan di iPhone dan iPad. Padahal, sebagian besar peranti bergerak
menjalankan sistem operasi Android. Mungkin, Nike harus meminta perusahaan lain
untuk memasarkan produk hasil inovasi mereka. Tahun lalu, Nike menjalankan
program untuk membantu perusahaan lain mengembangkan aplikasi yang dibangun di
sistem NikeFuel. Awal bulan ini, Nike membuka Nike+ Fuel Lab di San Fransisco
yang digambarkan mereka sebagai pengembangan penting dari konsep ini.
Tak
ada mitra Nike yang akan membangun peranti keras. Dengan atau tanpa produk
Fuelband, ponsel cerdas tampaknya menjadi pilihan paling banyak diambil oleh
konsumen untuk berkoneksi dengan sistem NikeFuel. Lebih dari 45% warga Amerika
Serikat menggunakan aplikasi fitness atau kesehatan di ponsel mereka
menurut lembaga riset pasar Nielsen. Nike sendiri telah memiliki aplikasi fitness untuk iPhone dan peranti
Android.
Mungkin,
ini hanyalah masalah pembiasaan mengenai bagaimana menggunakan teknologi untuk
memonitor tingkat kebugaran tubuh. Namun, kegagalan Fuelband ini seakan menjadi
pembenaran bahwa pasar memang belum siap menerima peranti yang dipakai tubuh.
"Konsumen belum memahami kenapa mereka membutuhkan peranti teknologi wearable," kata James
Rusco, wakil presiden Nielsen. "Itu tampak sangat jelas dalam riset pasar
kami."
Jika
memang perusahaan teknologi ingin terus meyakinkan konsumen tentang manfaat
peranti wearable, maka Nike merupakan perusahaan terbaik untuk melakukan tugas
itu. Jika akhirnya Nike memilih minggir, kini tinggal ada Apple Inc. yang salah
satu eksekutifnya duduk di jajaran pimpinan Nike. Nike dan Apple telah
berkolaborasi dalam teknologi pemantau kebugaran tubuh. Apple menambahkan
sensor di iPhone terbaru yang memungkinkan peranti itu melakukan pengukuran
aktivitas fisik dengan NikeFuel. Bertemunya kepentingan kedua perusahaan bukan
hal yang mustahil dan Nike telah membuka jalannya.