KODE
ETIK KEDOKTERAN GIGI INDONESIA
Etika Kedokteran Gigi
Pendidikan etika kedokteran gigi yang mengajarkan tentang etika
profesi dan prinsip moral kedokteran dianjurkan dimulai sejak tahun pertama
pendidikan kedokteran gigi, dengan memberikan lebih ke arah tools dan membuat
keputusan etik, memberikan banyak pelatihan, dan lebih banyak dipaparkan dalam
berbagai situasi kondisi etik-klinik tertentu, sehingga cara berpikir etis
tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan keputusan medis sehari-hari.
Tentu bisa pahami bahwa pendidikan etika belum tentu dapat
mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
Definisi Etika
Kedokteran Gigi
Etik berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘Ethicos’ yang berarti ‘moral’ dan  ‘ethos’ yang berarti ‘karakter, kebiasaan’. Etika merupakan falsafah moral yang
mengukur norma atau nilai yang benar dan baik dari perilaku dan
perikehidupan yang harus berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Etika Kedokteran Gigi adalah: falsafah moral yang mengukur norma
dan nilai yang baik dan benar dari prilaku menjalankan profesi kedokteran gigi
dan hasil karya keilmuan kedokteran gigi sebagai mana tercantum dalam lafal
sumpah dan kode etik kedokteran gigi yang telah disusun oleh organisasni
profesi dengan pemerintah.
Prinsip-prinsip etika kedokteran dalam kaidah dasar bioetika,
antara lain:
1.    Prinsip
Beneficence (berbuat baik).
2.    Prinsip
Non-maleficence (melarang untuk tidak berbuat buruk).
3.    Prinsip
Otonomi (menghormati hak pasien).
4.    Justice
(moral, keadilan).
5.    Fairness
(tidak boleh membedakan status).
Dunia Kedokteran Gigi
bersifat sosial. Para dokter gigi mutlak harus mengutamakan kepentingan
masyarakat yang membutuhkan pertolongan, terutama saat mereka menghadapi
persoalan gigi ataupun rongga mulut. Sifat sosial dunia kedokteran gigi
juga diatur dalam Kode Etik Kedokteran Gigi. Sejak disumpah untuk menjalankan
praktik profesinya setiap Dokter Gigi wajib mematuhi Kode Etik tersebut.
Landasan etik kedokteran adalah sebagai berikut:
1. Sumpah
Hippokrates (460-377 SM)
2. Deklarasi
Geneva (1948)
3. International
Code of Medical Ethics (1949)
4. Lafal sumpah
dokter Indonesia (1960)
5. Kode etik
kedokteran Indonesia (1983)
6. Pernyataan-pernyataan
(deklarasi) ikatan dokter sedunia (worl medical association, WMA), yaitu antara
lain:
- Deklarasi Geneva (1948), tentang lafal sumpah dokter.
- Deklarasi Helsinki (1964) tentang riset klinik.
- Deklarasi Sydney (1968) tentang saat kematian.
- Deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas
indikasi medik.
- Deklarasi Tokyo (1975) tentang penyiksaan.
Hubungan ajaran moral, etika hukum, dan profesi adalah:
1.    Moral
  Meliputi
prilaku manusia, sifat personal, dan sosial.
2.    Etika
Profesi
       Dilaksanakan pada kelompok tertentu
sehingga peran dan fungsi kelompok tersebut jadi lebih jelas (kode etik).
3.    Etika dan hukum
       Mengatur bidang yang sama, pelakunya
terdapat dalam masyaratakat, norma-norma (moral), agama, budaya, hukum (UU
administrasi, pidana perdata, peraturan, keputusan).
Etika sebenarnya saling berkaitan dengan hukum dan mempunyai
tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan tentramnya pergaulan hidup
dalam masyarakat.
Persamaan
  Etik dan Hukum 
 | 
  
Perbedaan
  Etik dan Hukum 
 | 
 
1.     Sama-sama
  merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat. 
 | 
  
1.    Etik
  berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum. 
 | 
 
2.    Sebagai
  objeknya adalah tingkah laku manusia. 
 | 
  
2.    Etik disusun
  berdasarkan anggota profesi. Hukum disusun oleh badan pemerintahan. 
 | 
 
3.    Mengandung
  hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak saling merugikan. 
 | 
  
3.    Etik
  tidak seluruhnya tertulis. 
 | 
 
4.    Menggugah
  kesadaran untuk bersifat manusiawi. 
 | 
  
4.    Pelanggaran
  etik diselesaikan oleh MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) yang
  dibentuk oleh IDI. 
 | 
 
5.    Sumbernya
  adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman anggota senior. 
 | 
  
5.    Penyelesaian
  pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Penyelesaian pelanggaran
  hukum memerlukan bukti fisik. 
 | 
 
6.    Sanksi
  pelanggaran berupa tuntutan. 
 | 
  
Tabel 1. Perbedaan dan persamaan Etika dan Hukum